Perekonomian Indonesia perlahan-lahan mengalami pemulihan pada paruh kedua tahun 2020, berkat dibukanya kembali perekonomian secra berangsur, baik di dalam negeri dan di tingkat global, juga melalui kebijakan skala besar. Laju kontraksi ekonomi mengalami perlambatan menjadi 3,5% year-on-year (yoy) pada kuartal ketiga (Q3) tahun 2020 dari 5,3% yoy pada Q2 2020, didorong mulai pulihnya konsumsi ¨C termasuk peningkatan belanja publik secara signifikan ¨C investasi dan ekspor neto. Aliran modal telah terstabilkan, dan nilai Rupiah pulih dari depresiasi besar yang dialami pada bulan Maret-April.
Dampak krisis masih terus terasa. Permintaan dalam negeri masih secara signifikan lebih lemah dibanding sebelum krisis (pada bulan September berada 2,8% di bawah tingkat tahun 2019). Angka pengangguran meningkat sebesar 1,8% poin menjadi 7,1% dan angka setengah penganggur meningkat sebesar 3,8% poin menjadi 10,2% pada kuartal ketiga, dibanding tahun sebelumnya.
Namun kecepatan pemulihan tidak merata di semua sektor. Sektor-sektor yang membutuhkan kontak fisik secara intensif yang bergantung kepada interaksi tatap-muka dengan pelanggan ¨C termasuk transportasi, perhotelan, perdagangan grosir dan eceran, konstruksi, manufaktur ¨C mengalami hantaman cukup parah dan hanya sebagian saja yang mulai pulih. Sektor-sektor yang tidak membutuhkan kontak secara intensif ¨C misalnya keuangan, pendidikan, komunikasi dan telekomunikasi ¨C lebih kuat bertahan. Sektor-sektor dengan permintaan yang tinggi dari luar negeri ¨C seperti pertambangan dan manufaktur sebagian terlindungi oleh mulai pulihnya perdagangan dan harga beberapa komoditas yang mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2020.
Tindakan moneter yang diambil untuk menghadapi krisis sudah cukup kuat. Program pembelian obligasi Bank Indonesia dalam mata uang lokal (1,8% dari PDB pada bulan Agustus dibanding rata-rata 1,7% dari PDB di antara pasar negara-negara berkembang) berhasil membantu mempertahankan stabilitas fiskal dan mendanai defisit fiskal yang terjadi. Tindakan ini juga telah berkontribusi kepada penurunan jangka panjang hasil penjualan obligasi pemerintah dalam mata uang lokal. Akan tetapi, program tersebut juga memiliki kelemahan dari segi makro-finansial yang perlu dikelola.
Tindakan fiskal yang kuat oleh pemerintah untuk menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian serta menstimulasi pemulihan (4,3% dari PDB) sangat menentukan.
Indonesia bersiap mengakhiri tahun dengan resesi pertamanya dalam dua dekade. Proyeksi Bank Dunia untuk pertumbuhan tahun 2020 dikoreksi menjadi -2,2% dari -1,6% pada bulan September, mencerminkan pemulihan yang lebih lemah dari perkirakan untuk kuartal ketiga dan sebagian kuartal keempat, akibat pembatasan mobilitas dan sosial yang masih harus diterapkan dengan terus meningkatnya angka kasus CoVID-19.
Dengan semakin stabilnya pembukaan kembali perekonomian pada tahun 2021 diikuti dengan pembukaan kembali dan berkurangnya pembatasan sosial hingga tahun 2022, pertumbuhan akan bangkit ke angka 4,4% pada tahun 2021. Konsumsi dan investasi yang meningkat akan semakin memperkuat pertumbuhan mencapai angka 4,8% pada tahun 2022 seiring meningkatnya kepercayaan konsumen, didukung ketersediaan vaksin yang efektif dan aman bagi sebagian besar penduduk.
Akan tetapi perekonomian Indonesia dan global masih berisiko tinggi mengalami penurunan. Pertumbuhan mungkin turun ke angka 3,1% pada tahun 2021 dan 3,8% pada tahun 2022 di bawah skenario yang menurun akibat diperketatnya pembatasan mobilitas di Indonesia dan melemahnya pertumbuhan dan harga-harga komoditas di tingkat global.
Laporan ini merekomendasikan agar Indonesia memberi fokus untuk memastikan dan mempercepat pemulihan melalui:
Memprioritaskan kesehatan masyarakat untuk memastikan bahwa perekonomian dapat bergerak maju menuju pembukaan kembali secara penuh dengan memperkuat pengujian dan penelusuran kontak, dan mempersiapkan pemberian vaksin yang efektif dan aman, segera setelah disetujui;
Meneruskan dukungan bagi rumah tangga serta pelaku usaha yang terdampak dan rentan, serta terus memantau dan memperbaiki efektivitas berbagai program tersebut;
Menjalankan reformasi perpajakan dan belanja negara untuk membantu mendanai kegiatan untuk menganggapi krisis, mengurangi kebutuhan finansial dan memperbesar ruang fiskal;
Meningkatkan reformasi struktural untuk mendorong investasi, produktivitas dan modal manusia, serta meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Laporan ini juga membahas cara mengatasi tantangan ketahanan pangan yang dihadapi Indonesia dan memodernisasi sistem pertanian-pangan. Laporan ini merekomendasikan beberapa langkah berikut untuk mencapai tujuan ketahanan pangan pemerintah semasa berlangsungnya krisis COVID-19:
Memperluas agenda ketahanan pangan agar tidak terbatas pada swasembada beras dan komoditas strategis lainnya, tetapi beralih menuju keseimbangan antara ketersediaan, harga yang terjangkau, dan makanan berkualitas bagi semua;
Menyesuaikan tujuan dan instrumen kebijakan agar lebih terfokus kepada peningkatan produktivitas, diversifikasi tanaman pangan, dan daya saing sektor pertanian;
Memperbaiki belanja publik sehingga dapat meningkatkan produktivitas, inovasi, kualitas dan keamanan pangan.