Intisari :
- Pertumbuhan ekonomi bertambah untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, naik menjadi 5.0 persen pada tahun 2016 dari 4,9 persen pada 2015, meski ketidakpastian kebijakan global masih tinggi. Rupiah yang stabil, inflasi yang rendah, turunnya angka pengangguran dan naiknya upah riil mengangkat kepercayaan konsumen dan konsumsi swasta. Sebaliknya, belanja pemerintah dan pertumbuhan investasi melambat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi untuk 2016 secara keseluruhan.
- Fondasi ekonomi Indonesia tetap kokoh, didukung tingkat pertumbuhan ekonomi yang kuat, defisit neraca berjalan dan tingkat pengangguran beberapa tahun terakhir yang rendah dalam, defisit fiskal yang terjaga baik, serta inflasi yang rendah. Kemiskinan dan ketimpangan juga menurun pada tahun 2016.
- Kredibilitas fiskal yang menguat dengan adanya pemangkasan belanja pemerintah, serta sasaran yang lebih bisa dicapai dalam APBN 2017, memperkuat kepercayaan investor. Defisit fiskal pada tahun 2016 sebesar 2,5 persen dari PDB, lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,6 persen di tahun 2015.
- Defisit neraca berjalan saat ini berada di tingkat terendah dalam 5 tahun terakhir, yaitu 0.8% dari PDB pada kuartal keempat 2016, karena ekspor manufaktur menguat. Untuk tahun 2016 secara keseluruhan, defisit neraca berjalan berkurang dari 1,8% dari 2.0% pada tahun 2015.
- Pertumbuhan PDB riil diproyeksikan naik menjadi 5,2 persen di tahun 2017, dan mencapai 5,3 persen pada 2018. Konsumsi rumahtangga diproyeksikan semakin baik dengan adanya Rupiah yang stabil, upah riil lebih tinggi dan terus menurunnya angka pengangguran. Pertumbuhan investasi swasta diproyeksikan naik seiring pulihnya harga-harga komoditas, serta dampak kemudahan moneter pada tahun 2016 dan mulai berdampaknya reformasi ekonomi belakangan ini. Harga komoditas yang lebih tinggi juga akan mengurangi hambatan fiskal dan mengangkat belanja pemerintah, sementara pertumbuhan global yang lebih kuat akan mendorong ekspor.
- Inflasi diperkirakan naik sementara dari 3,5 persen pada tahun 2016 menjadi 4,3 persen pada tahun 2017 akibat naiknya tarif listrik dan pajak kendaraan.
- Beberapa risiko bagi proyeksi pertumbuhan termasuk perubahan tak terduga dari kebijakan monter Amerika Serikat, ketidakpastian politik Eropa, inflasi domestik yang lebih tinggi dari perkiraan, serta pendapatan fiskal yang rendah.
- Laporan ini juga berisi kajian mengenai perdagangan jasa. Dan mengusulkan untuk menguransi hambatan pada sektor jasa untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing . Menurut data Organization for Economic Cooperation and Development, Indonesia termasuk negara dengan hambatan terbanyak untuk perdagangan jasa. Hambatan perdagangan untuk jasa mengurangi mutu sebuah layanan juga menghambat produktivitas sektor-sektor ekonomi lain. Menghilangkan hambatan tersebut akan membawa manfaat ekonomi yang luas.
- Laporan edisi Maret 2017 juga membahas perubahan program Kredit Usaha Rakyat dalam hal pemberian pinjaman bersubsidi untuk usaha mikro, kecil dan menengah telah berdampak menaikkan biaya program sebesar 10 kali lipat. Dengan sasaran yang lebih baik, laporan ini menunjukkan bahwa biaya bisa lebih rendah, dan sisa dananya bisa dialokasikan ke sektor prioritas lain yang belum mendapat cukup dana. Perlu adanya peninjauan kembali terhadap penggunaan pinjaman bersubsidi untuk usaha mikro, kecil dan menengah.