ľ¹ÏÓ°Ôº

Skip to Main Navigation
publication

Long COVID: East Asia and Pacific Economic Update, October 2021

Image

Temuan Utama |  |  |


 

 


Bagian I. Perkembangan terakhir


Bagian II. Pertumbuhan dan ketimpangan


TEMUAN UTAMA & REKOMENDASI LAPORAN
 

Kawasan Asia Timur dan Pasifik saat ini sedang mengalami perubahan. Pada tahun 2020, banyak negara EAP berhasil mengendalikan COVID-19 sehingga kegiatan ekonomi segera bangkit padahal kawasan-kawasan lain masih terus berjuang mengatasi pandemi dan resesi ekonomi. Namun sekarang, kawasan EAP sedang diserang hebat oleh varian Delta COVID-19 sedangkan banyak negara maju sedang dalam tahap pemulihan ekonomi.

Virus ini menimbulkan kerusakan perekonomian yang lama dan mungkin tidak akan lenyap dalam waktu dekat. Dalam jangka pendek, pandemi yang masih berlanjut ini akan memperpanjang kesulitan manusia dan ekonomi jika masyarakat dan dunia usaha tidak dapat beradaptasi. Dalam jangka panjang, COVID-19 akan mengurangi pertumbuhan dan memperbesar ketidaksetaraan kecuali jika dampak-dampaknya yang membekas dapat diatasi dan peluang yang diciptakannya dapat dimanfaatkan. Aksi kebijakan harus membantu para pelaku ekonomi untuk beradaptasi hari ini dan membuat pilihan yang mencegah terjadinya perlambatan dan disparitas pertumbuhan esok hari.

 

Apa yang sedang terjadi sekarang?

Pemulihan yang belum merata di kawasan EAP menghadapi kemunduran. Tiongkok diproyeksikan akan tumbuh 8,5 persen, walaupun momentum pertumbuhan telah melambat. Pertumbuhan perekonomian kawasan secara keseluruhan diproyeksikan pada 7,5 persen, yang menggambarkan skala dari perekonomian Tiongkok. Negara-negara lain di kawasan ini diantisipasi akan tumbuh 2,5 persen, dibandingkan dengan prediksi 4,4 persen dalam laporan Update April yang lalu, dengan heterogenitas yang signifikan pada negara-negara tersebut.

Akibatnya, kemiskinan akan bertahan dan kesenjangan meningkat dalam beberapa dimensi. Sebanyak 24 juta penduduk tidak dapat lepas dari kemiskinan pada tahun 2021 di negara-negara berkembang di kawasan EAP karena COVID-19. Meskipun semua rumah tangga mengalami kesulitan, rumah tangga yang lebih miskin lebih besar kemungkinannya kehilangan penghasilan, menjual aset-aset mereka yang produktif, mengalami kerawanan pangan, dan kehilangan kesempatan belajar bagi anak-anak mereka.

 

Mengapa?

Pembatasan domestik untuk mengendalikan COVID-19 menghambat kegiatan perekonimian meskipun ekspor mulai membaik.  Pengujian, pelacakan dan isolasi, salah satu strategi yang sukses pada tahun 2020, sudah kurang efektif lagi melawan varian Delta. Oleh karena itu, pemerintah terpaksa mengenakan pembatasan disruptif untuk menghentikan penyebaran virus. Konsekuensi ekonomi menjadi lebih lunak karena aktivitas ekonomi sekarang kurang sensitif terhadap infeksi dan lingkungan eksternal yang membaik mendukung ekspor regional yang berkelanjutan.

Vaksinasi yang lebih cepat dapat menyelamatkan lebih banyak kehidupan dan mata pencaharian tetapi hal ini menghadapi kendala. Vaksinasi, yang telah membantu mengurangi angka kematian dan penularan, awalnya lambat tetapi sekarang sudah semakin cepat. Pada negara-negara di kawasan EAP, bagian dari populasi yang telah menerima paling tidak satu dosis vaksin telah meningkat dari rata-rata 18 persen pada akhir Juni 2021 menjadi 35 persen pada akhir Agustus 2021. Di tingkat global, negara-negara dengan cakupan vaksinasi yang lebih tinggi mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat. Ketersediaan vaksin memperlambat kecepatan vaksinasi di negara-negara yang lebih besar seperti Indonesia, Filipina dan Vietnam. Negara-negara yang lebih kecil dan lebih miskin, seperti beberapa negara di Kepulauan Pasifik, telah mendapatkan manfaat dari sumbangan vaksin tetapi beberapa negara terkendala oleh infrastruktur distribusi yang terbatas. Di beberapa negara, seiring dengan meningkatnya angka vaksinasi, keragu-raguan terhadap vaksin kemungkinan akan menjadi batasan.  

Tren vaksinasi yang ada saat ini dapat membantu transisi EAP ke tahap COVID-19 yang relatif jinak pada bulan Juni 2022. Banyak negara EAP dapat mencapai 60 persen cakupan vaksin pada pertengahan pertama tahun depan. 60 persen cakupann tidak menghilangkan infeksi atau generasi varian yang baru dan negara-negara akan perlu mencapai tingkat cakupan yang lebih tinggi. Pengalaman negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi menunjukkan bahwa  vaksinasi secara signifikan akan mengurangi insidensi terjadinya penyakit serius dan angka kematian, sehingga aktivitas ekonomi dapat pulih kembali.

Negara-negara EAP harus melakukan tiga langkah lain untuk mengendalikan COVID-19. Pengujian, pelacakan dan isolasi harus digunakan untuk mengendalikan penyebaran infeksi. Sistem kesehatan harus diperkuat untuk mengatasi keberadaan COVID-19 yang berkepanjangan. Dan produksi vaksin, termasuk secara regional, harus diperluas untuk memenuhi permintaan yang terus tinggi dan pasokan impor yang belum bisa diandalkan.

COVID-19 mengancam dengan terbentuknya kombinasi yang memperburuk perlambatan pertumbuhan dan peningkatan kesenjangan untuk pertama kalinya dalam abad ini di kawasan EAP. Akibatnya bisa berupa kekurangan (deprivation) sampai pada taraf yang belum pernah terjadi di kawasan EAP dalam dua dekade terakhir. Kemiskinan di Indonesia dan Filipina diperkirakan mencapai 2 poin persentase lebih tinggi pada tahun 2023 jika pemulihan tidak disertai dengan kebijakan untuk mengurangi kesenjangan.

Dampak yang membekas dari pandemi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Di Indonesia, Mongolia dan Filipina, perusahaan-perusahaan rata-rata kehilangan sedikitnya 40 persen dari penjualan bulanan rutin mereka dan mengurangi jumlah pekerjaan. Kegagalan perusahaan-perusahaan yang seharusnya sehat menyebabkan hilangnya aset tak berwujud yang berharga, seperti hubungan dengan pemasok atau pelanggan dan pengetahuan. Perusahaan-perusahaan yang bertahan menunda investasi produktif mereka. Pengangguran dapat mengikis modal manusia dan menghambat penghasilan di masa mendatang.

Meningkatnya kesenjangan antar rumah tangga hari ini dapat memperparah kesenjangan esok hari. Gejolak penghasilan rumah tangga miskin mempunyai konsekuensi negatif jangka panjang. Keterpaksaan menjual aset-aset produktif dan penambahan utang dapat menghalangi penghasilan jangka panjang. Kerawanan pangan memperbesar risiko stunting, yang menghambat perkembangan anak dan penghasilan mereka sewaktu dewasa. Terbatasnya keikutsertaan mereka dalam mengikuti pembelajaran online dapat menyebabkan rata-rata siswa di sekolah saat ini mengalami penurunan 5,5 persen penghasilan yang diharapkan setiap tahun.

 

Apa yang harus dilakukan?

Pandemi telah menciptakan beberapa peluang, dan kebijakan yang tepat dapat mendorong pertumbuhan yang adil. Kebijakan makroekonomi harus mendukung pemulihan tanpa membahayakan keberlanjutan secara makro. Sistem perlindungan social direformasi untuk memastikan inklusifitas. Penyebaran teknologi yang pesat dapat mendorong produktivitas, memperbaiki pembelajaran dan mentransformasi lembaga-lembaga negara. Tetapi pemanfaatan teknologi membutuhkan reformasi kebijakan.

Dukungan ekonomi diperlukan tidak hanya untuk bantuan, tetapi untuk menstimulasi pemulihan dan sebagai investasi pada pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Karena utang telah terakumulasi, beberapa dengan persyaratan yang mahal, dukungan fiskal di kawasan telah menurun. Pemerintah harus memastikan bantuan saat ini tidak terlalu menekan investasi publik dalam infrastruktur keras dan lunak, seperti energi bersih, transportasi, sistem kesehatan, dan sekolah. Banyak negara EAP dapat menggunakan ruang kebijakan moneter untuk mendukung perekonomian, tetapi harus tetap waspada terhadap pengetatan keuangan global yang tiba-tiba. Pengawasan sektor keuangan perlu dipastikan. Membiarkan akses yang lebih mudah terhadap kredit harus menjaga potensi ketidakstabilan keuangan.

Pemulihan ekonomi yang inklusif membutuhkan sistem perlindungan sosial yang adaptif dan reformasi pendidikan. Ketimpangan jaring pengaman sosial dapat diatasi dengan memperluas kelayakan untuk mendapatkan bantuan berbasis kebutuhan kepada penduduk miskin yang belum tercakup, meningkatkan cakupan jaminan sosial, dan beralih dari metode penargetan statis tradisional ke metode penargetan yang dinamis. Sekolah-sekolah perlu dibuka kembali secara aman dengan dukungan remedial yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan setiap sekolah untuk memulihkan kesempatan belajar yang hilang. Untuk membangun modal manusia yang sesuai dengan kebutuhan hari esok, maka reformasi persiapan guru, kurikulum dan materi pengajaran perlu melengkapi investasi di bidang teknologi pendidikan (EdTech).

Kebijakan perlu mendukung perusahaan tetapi tidak menghambat masuk dan keluarnya mereka. Pemberian dukungan kepada perusahaan-perusahaan produktif yang ada harus dibarengi dengan fasilitasi masuknya perusahaan-perusahaan inovatif yang baru melalui reformasi lingkungan usaha dan memungkinkan keluarnya perusahaan-perusahaan yang lemah melalui hukum kepailitan yang lebih baik dan kerangka resolusi. Reformasi sektor jasa akan membantu jasa keuangan, komunikasi, transportasi dan jasa-jasa lain agar lebih efektif. Negara-negara harus mengurangi penghalang yang tersisa untuk perdagangan barang dan jasa dan memperkuat regulasi yang pro-persaingan.

Kebijakan dibutuhkan untuk mendukung penyebaran teknologi yang lebih luas. Memperlengkapi perusahaan dengan keterampilan untuk menerapkan teknologi dalam usaha mereka harus disertai dengan kebijakan mengenai keterbukaan dan persaingan guna meningkatkan insentif bagi perusahaan-perusahaan untuk memanfaatkan teknologi tersebut. Akses ke jaringan pita lebar (broadband) perlu diperluas untuk mempermudah penggunaan teknologi yang lebih maju.