- PDB riil Indonesia meningkat sebesar 5,0 persen tahun-ke-tahun (yoy) di Triwulan ke-2 tahun 2017, tidak berubah dari Triwulan ke-1. Tingkat pertumbuhan telah stabil sebesar sekitar 5 persen sejak Triwulan ke-1 tahun 2014, lebih rendah dari yang tercatat pada awal dekade ini.
- Fundamental ekonomi makro Indonesia baik dan telah meningkat, karena Pemerintah terus menerapkan reformasi struktural yang penting.
- Pertumbuhan investasi naik ke tingkat tertinggi sejak Triwulan ke-4 tahun 2015, didorong oleh investasi di sektor bangunan gedung dan struktur.
- Secara tidak terduga, pertumbuhan konsumsi swasta tetap sama di Triwulan ke-2. Momentum yang stabil dalam konsumsi swasta, yang mencakup lebih dari separuh PDB Indonesia, berlawanan dengan beberapa faktor pendorong yang menguntungkan: pertumbuhan lapangan kerja yang tinggi, kenaikan gaji sebanyak dua digit, serta beralihnya periode Idul Fitri ke Triwulan ke-2 tahun ini.
- Tidak adanya peningkatan pertumbuhan di Triwulan ke-2, terutama konsumsi sektor swata, adalah teka-teki yang memerlukan data dan analisis lebih lanjut. Salah satu kemungkinannya adalah perekonomian sedang menyesuaikan diri dengan reformasi baru-baru ini, sementara dampak pertumbuhan membutuhkan waktu untuk terealisasi.
- Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya, sebagian mencerminkan dampak dasar (base effect) dari peningkatan belanja barang yang besar di Triwulan ke- 2 tahun lalu, ditambah dengan adanya hari kerja yang lebih sedikit di Triwulan ke-2 tahun ini.
- Setelah mengalami lonjakan pada Triwulan ke-1, pertumbuhan ekspor dan impor secara signifikan melambat. Hal ini mencerminkan secara sebagian penurunan harga komoditas pada Triwulan ke-2 dan hari kerja yang lebih sedikit karena libur Lebaran.
- Kebijakan fiskal dan moneter saat ini merespon momentum pertumbuhan dengan kebijakan yang menstimulasi perekonomi namun tetap berhati-hati:
- Revisi Anggaran 2017 yang baru-baru ini disetujui oleh DPR menetapkan defisit fiskal yang lebih tinggi sebesar 2,9 persen dari PDB, naik dari 2,4 persen dalam APBN tahun 2017, terutama karena kenaikan pengeluaran. Penerimaan juga direvisi menurun.
- Belum lama ini BI memulai siklus pelonggaran moneter yang baru, dengan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin di bulan Agustus dan September untuk mendukung pertumbuhan PDB. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa inflasi saat ini lebih rendah dari perkiraan dan pertumbuhan kredit masih lamban.
- Pertumbuhan PDB riil yang diperkirakan mencapai 5,1 persen pada tahun 2017, meningkat menjadi 5,3 persen pada tahun 2018 karena perekonomian global yang mendukung dan kondisi domestik yang menguat hasil dari reformasi perekonomian yang terus berlanjut dan secara bertahap mulai memberikan dampak.
- Momentum reformasi yang sudah berjalan juga penting dipertahankan karena kesenjangan dalam modal fisik and sumber daya manusia, serta kualitas kelembagaan masih cukup besar. Mengatasi kekurangan di sektor-sektor tersebut juga memerlukan komitmen yang teguh untuk melakukan reformasi dan memastikan pelaksanaannya di lapangan. Bila reformasi struktural tersebut terabaikan, potensi pertumbuhan bisa melambat dan menjadi beban proyeksi ke depannya.
- Kebutuhan infrastruktur di kota-kota besar Indonesia yang berkembang pesat sangatlah besar. Meski demikian, minimnya investasi selama bertahun-tahun telah menyebabkan terjadinya defisit infrastruktur yang besar, yang menghambat pertumbuhan Indonesia dan membatasi laju pengentasan kemiskinan.
- Meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur akan membutuhkan adanya perbaikan dalam:
- hukum dan peraturan yang kompleks bagi kemitraan pemerintah-swasta
- perencanaan proyek, proses penilaian dan seleksi
- transparansi dan efisiensi badan usaha milik negara yang mendominasi sektor infrastruktur
- kedalaman pasar perbankan lokal dan pasar modal.